Senin, 10 Oktober 2011


NAMA       : ARIEF PRASETYO IRAWAN
NPM           : 21209364
KELAS      : 3EB 18
MATERI   : RESENSI
TUGAS      : KE-2

RESENSI NOVEL INDONESIA
“SANG PEMIMPI”
http://clelioch.files.wordpress.com/2010/12/sang-pemimpi.jpg?w=111&h=150
1. Identitas Buku
Judul               : Sang Pemimpi
Penulis             : Andrea Hirata
Penerbit           : PT Bentang Pustaka
Halaman          : x + 292 Halaman
Cetakan           : ke-14, januari 2008
ISBN               : 979-3062-92-4
2. Pratinjau
Luar biasa. Begitulah kesan yang tersirat setelah membaca buku kedua dari tetralogi Laskar Pelangi karya Andrea Hirata ini. Bagaimana tidak? Alur cerita dan gaya bahasa yang disuguhkannya mampu dikemas begitu apik dari awal hingga akhir. Ditinjau dari segi intrinsiknya, novel ini bisa dibilang hampir tanpa cela. Sebab di setiap peristiwa, Andrea dengan cerdas menggambarkan karakteristik dan deskripsi yang begitu kuat pada tiap karakternya. Sehingga pembaca bisa dengan mudah menafsirkan arah jalan ceritanya. Bahasanya pun sangat memikat, dengan dibumbui ragam kekayaan bahasa dan imajinasi yang luas. Novel ini memiliki kekayaan bahasa sekaligus keteraturan berbahasa Indonesia.
Dimulai dari istilah- istilah saintifik, humor metaforis, hingga dialek dan sastra melayu bertebaran di sepanjang halaman. Mulanya, cerita ini lebih bernuansa komikal dengan latar kenakalan remaja pada umumnya. Canda tawa khas siswa SMA sangat kental. Namun lebih dalam menjelajahi setiap makna kata demi kata, terasalah begitu kuat karakter yang muncul di tiap-tiap tokohnya. Terlebih saat Andrea membawa kita ke dalam kenyataan hidup yang harus dihadapi tokoh Ikal yang mimpinya seakan sudah mencapai titik kemustahilan, dan dengan sensasi filosofis Andrea kembali membangkitkan obor semangat meraih mimpi dan menekankan begitu besarnya kekuatan mimpi Ikal yang akhirnya dapat mengantarkannya ke Sorbonne, kota impiannya.
Selain menggambarkan betapa super power-nya kekuatan mimpi, pada novel ini Andrea juga mencitrakan kebijaksanaan seorang ayah yang begitu besar. Pengorbanan dan ketulusan seorang ayah dalam mendukung mimpi anaknya di tengah keterbatasan hidup menjadikan semangat tak terbeli bagi Ikal dan Arai dalam menggapai impiannya. Disinilah cerita mulai berevolusi menjadi balada yang begitu mengharu biru. Kesabaran seorang ayah dan rasa sayang seorang anak yang luar biasa besarnya kepada sang ayah menyempurnakan novel ini menjadi bacaan yang begitu kolosal dan sarat akan pesan-pesan moril. Angkat topi untuk Andrea Hirata yang telah berhasil membuat suguhan kisah yang kental dengan budaya melayu namun sangat cerdas dan saintifik. Tak hanya bisa membuat seseorang kembali membangun mimpi- mimpinya, novel ini juga bisa menambah rasa hormat kita kepada sang ayah dan mencintainya dengan tulus meskipun di tengah kondisi yang sangat terbatas.
3. Isi
1) Unsur Intrinsik
  • Tema
Tema yang tersirat dalam novel Sang Pemimpi ini tak lain adalah “persahabatan dan perjuangan dalam mengarungi kehidupan serta kepercayaan terhadap kekuatan sebuah mimpi atau pengharapan”. Hal itu dapat dibuktikan dari penceritaan per kalimatnya dimana penulis berusaha menggambarkan begitu besarnya kekuatan mimpi sehingga dapat membawa seseorang menerjang kerasnya kehidupan dan batas kemustahilan.
  • Latar
Dalam novel ini disebutkan latarmya yaitu di Pulau Magai Balitong, los pasar dan dermaga pelabuhan, di gedung bioskop, di sekolah SMA Negeri Bukan Main, terminal Bogor, dan Pulau
Kalimantan. Waktu yang digunakan pagi, siang, sore, dan malam. Latar nuansanya lebih berbau melayu dan gejolak remaja yang diselimuti impian-impian.

  • Penokohan dan Perwatakan
Ikal : baik hati, optimistis, pantang menyerah, penyuka Bang Rhoma
Arai : pintar, penuh inspirasi/ide baru, gigih, rajin, pantang menyerah
Jimbron : polos, gagap bicara, baik, sangat antusias padakuda
Pak Balia : baik, bijaksana, pintar
Pak Mustar : galak, pemarah, berjiwa keras
Ibu Ikal: baik, penuh kasih sayang
Ayah Ikal : pendiam, sabar, penuh kasih sayang, bijaksana Dan tokoh lain Mahader, A Kiun, Pak Cik Basman, Taikong Hanim, Capo, Bang Zaitun, Pendeta Geovanny, Mak cik dan Laksmi adalah tokoh pendukung dalam novel ini.
  • Alur
Dalam novel ini menggunakan alur gabungan (alur maju dan mundur). Alur maju ketika pengarang menceritakan dari mulai kecil sampai dewasa dan alur mundur ketika menceritakan
peristiwa waktu kecil pada saat sekarang/dewasa.
  • Gaya Penulisan
Gaya penceritaan novel ini sangat sempurna. Yaitu kecerdasan kata-kata dan kelembutan bahasa puitis berpadu tanpa ada unsur repetitif yang membosankan. Setiap katanya mengandung kekayaan bahasa sekaligus makna apik dibalik tiap-tiap katanya. Selain itu, Novel ini ditulis dengan gaya realis bertabur metafora, penyampaian cerita yang cerdas dan menyentuh, penuh inspirasi dan imajinasi. Komikal dan banyak mengandung letupan intelegensi yang kuat sehingga pembaca tanpa disadari masuk dalam kisah dan karakter-karakter yang ada dalam novel Sang Pemimpi.
  • Amanat
Amanat yang disampaikan dalam Sang Pemimpi ini adalah jangan berhenti bermimpi. Hal itu sangat jelas pada tiap-tiap subbabnya. Yang pada prinsipnya manusia tidak akan pernah
bisa untuk lepas dari sebuah mimpi dan keinginan besar dalam hidupnya. Hal itu secara jelas digambarkan penulis dalam novel ini dengan maksud memberikan titik terang kepada manusia
yang mempunyai mimpi besar namun terganjal oleh segala keterbatasan.
  • Sudut Pandang
Sudut pandang novel ini yaitu “orang pertama” (akuan). Dimana penulis memposisikan dirinya sebagai tokoh Ikal dalam cerita.
2) Unsur Ekstrinsik
  • Nilai Moral
Nilai moral pada novel ini sangat kental. Sifat-sifat yang tergambar menunjukkan rasa humanis yang terang dalam diri seorang remaja tanggung dalam menyikapi kerasnya kehidupan. Di sini, tokoh utama digambarkan sebagai sosok remaja yang mempunyai perangai yang baik dan rasa setia kawan yang tinggi.
  • Nilai Sosial
Ditinjau dari nilai sosialnya, novel ini begitu kaya akan nilai sosial. Hal itu dibuktikan rasa setia kawan yang begitu tinggi antara tokoh Ikal, Arai, dan Jimbron. Masing-masing saling mendukung dan membantu antara satu dengan yang lain dalam mewujudkan impian-impian mereka sekalipun hampir mencapai batas kemustahilan. Dengan didasari rasa gotong royong yang tinggi sebagai orang Belitong, dalam keadaan kekurangan pun masih dapat saling membantu satu sama lain.
  • Nilai Adat istiadat
Nilai adat di sini juga begitu kental terasa. Adat kebiasaan pada sekolah tradisional yang masih mengharuskan siswanya mencium tangan kepada gurunya, ataupun mata pencaharian warga yang sangat keras dan kasar yaitu sebagai kuli tambang timah tergambar jelas di novel ini. Sehingga menambah khazanah budaya yang lebih Indonesia.

  • Nilai Agama
Nilai agama pada novel ini juga secara jelas tergambar. Terutama pada bagian-bagian dimana ketiga tokoh ini belajar dalam sebuah pondok pesantren. Banyak aturan-aturan islam dan petuah-petuah Taikong (kyai) yang begitu hormat mereka patuhi. Hal itu juga yang membuat novel ini begitu kaya.

4. Kelebihan dan Kelemahan
1) Kelebihan
Banyak kelebihan-kelebihan yang didapatkan dalam novel ini. Mulai dari segi kekayaan bahasa hingga kekuatan alur yang mengajak pembaca masuk dalam cerita hingga merasakan tiap latar yang terdeskripsikan secara sempurna. Hal ini tak lepas dari kecerdasan penulis memainkan imajinasi berfikir yang dituangkan dengan bahasa-bahasa intelektual yang berkelas. Penulis juga menjelaskan tiap detail latar yang mem-background-i adegan demi adegan, sehingga pembaca selalu menantikan dan menerka-nerka setiap hal yang akan terjadi. Selain itu, kelebihan lain daripada novel ini yaitu kepandaian Andrea dalam mengeksplorasi karakter-karakter sehingga
kesuksesan pembawaan yang melekat dalam karakter tersebut begitu kuat.
2) Kelemahan
Pada dasarnya novel ini hampir tiada kelemahan. Hal itu disebabkan karena penulis dengan cerdas dan apik menggambarkan keruntutan alur, deskripsi setting, dan eksplorasi kekuatan karakter. Baik ditinjau dari segi kebahasaan hingga sensasi yang dirasakan pembaca
sepanjang cerita, novel ini dinilai cukup untuk mengobati keinginan pembaca yang haus akan novel yang bermutu.
5. Sinopsis
Novel Sang Pemimpi menceritakan tentang sebuah kehidupan tiga orang anak Melayu Belitong yaitu Ikal, Arai, dan Jimbron yang penuh dengan tantangan, pengorbanan dan lika-liku kehidupan yang memesona sehingga kita akan percaya akan adanya tenaga cinta, percaya pada kekuatan mimpi dan kekuasaan Allah. Ikal, Arai, dan Jimbron berjuang demi menuntut ilmu
di SMA Negeri Bukan Main yang jauh dari kampungnya. Mereka tinggal di salah satu los di pasar kumuh Magai Pulau Belitong bekerja sebagai kuli ngambat untuk tetap hidup sambil belajar.
Ada Pak Balia yang baik dan bijaksana, beliau seorang Kepala Sekolah sekaligus mengajar kesusastraan di SMA Negeri Bukan Main, dalam novel ini juga ada Pak Mustar yang sangat antagonis dan ditakuti siswa, beliau berubah menjadi galak karena anak lelaki kesayangannya tidak diterima di SMA yang dirintisnya ini. Sebab NEM anaknya ini kurang 0,25 dari batas minimal. Bayangkan 0,25 syaratnya 42, NEM anaknya hanya 41,75.
Ikal, Arai, dan Jimbron pernah dihukum oleh Pak Mustar karena telah menonton film di bioskop dan peraturan ini larangan bagi siswa SMA Negeri Bukan Main. Pada apel Senin pagi mereka barisnya dipisahkan, dan mendapat hukuman berakting di lapangan sekolah serta membersihkan
WC.
Ikal dan Arai bertalian darah. Nenek Arai adalah adik kandung kakek Ikal dari pihak ibu,ketika kelas 1 SD ibu Arai wafat dan ayahmya juga wafat ketika Arai kelas 3 sehingga di kampung Melayu disebut Simpai Keramat. Sedangkan Jimbron bicaranya gagap karena dulu bersama ayahnya.



NAMA       : ARIEF PRASETYO IRAWAN
NPM           : 21209364
KELAS      : 3EB 18
MATERI   : RESENSI
TUGAS      : KE-2


Resensi
Resensi ialah tulisan yang isinya menimbang atau menilai sebuah karya yang dikarang atau dicipta orang lain. Resensi itu asal katanya dari bahasa Belanda recensie. Dalam bahasa Inggris, padanan katanya adalah istilah review (ini juga berasal dari bahasa Latin: revidere; re “kembali”, videre “melihat”). Karya yang dinilai dalam tulisan resensi meliputi buku, film, teater, lagu, dan semacamnya.
Resensi juga suatu tulisan atau ulasan mengenai nilai sebuah hasil karya atau buku. Tujuan resensi adalah menyampaikan kepada para pembaca apakah sebuah buku atau hasil karya itu patut mendapat sambutan dari masyarakat atau tidak. Seorang penulis pertimbangan buku bertolak dari tujuan untuk membantu para pembaca dalam menentukan perlu-tidaknya suatu hasil karya seni. Bila pertimbangan yang diberikan itu tetap memperhatika titik-tolak tadi, maka penulis secara terus-menerus akan berusaha menyesuaikan pertimbangannya dengan selera pembaca. Dalam artian yang lebih luas, resensi itu dibuat juga untuk memberikan pertimbangan terhadap karya-karya seni lainya, seperti drama, film, sebuah pementasan, dan sebagainya.
Untuk memberi pertimbangan atau penilaian secara obyektif atas sebuah hasil karya atau buku, penulis harus memperhatikan dua faktor, yaitu: pertama, penulis resensi harus memahami sepenuhnya tujuan dari pengarang aslinya, dan kedua, ia harus menyadari apa maksudnya membuat resensi itu.
Dari kata pengantar atau dari pendahuluan dapat diketahui tujuan pengarang buku. Dengan menilai kaitan antara tujuan sebagaimana ditulis dalam kata pengantar atau pendahuluan serta realisasinya dalam seluruh karangan itu, penulis resensi akan mempunyai bahan yang cukup kuat untuk dapat menyampaikan sesuatu kepada para pembaca.Penulis resensi harus memperhatikan kewajiban mana yanga harus dipenuhinya, yaitu kewajiban terhadap para pembaca, dan bagaimana penilaianya terhadap buku itu.
Resensi buku diartikan sebagai timbangan, tinjauan, telaah, dan penilaian, yang di dalam bahasa Inggris disebut review (dalam Webster College Dictionary diartikan sebagai: a critical evaluation of a book). Sedangkan di dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, resensi adalah pertimbangan, pembicaraan, atau ulasan sebuah buku.
Pada hakikatnya resensi buku hanya harus memberi penjelasan apa adanya terhadap suatu buku; baik kekurangan maupun kelebihannya. Di sana tidak ada embel-embel yang berbau iklan atau pesan sponsor. Karena itulah resensi buku yang baik hanya mengungkap apa yang dapat ditangkap oleh peresensi secara kritis terhadap keberadaan buku tersebut.
Nah, bagaimana seorang penulis resensi dapat menjelaskan kekurangan dan kelebihan dari sebuah buku? Di sinilah letak perbedaan membaca dengan membaca! Membaca-nya seorang penikmat tentu berbeda dengan membaca-nya seorang pengamat. Seorang peresensi buku duduk pada posisi sebagai seorang pengamat. Seseorang akan mampu mengamati sebuah buku dengan baik apabila dirinya kaya akan pengetahuan, wawasan, daya kritis, serta memiliki kreativitas dan kebebasan berpikir. Kemudian untuk dapat menyatakan kekurangan dan kelebihan atau memberi penilaian terhadap sebuah buku yang selesai dibacanya, seorang peresensi tentu sebelumnya telah memiliki bekal atau modal kekayaan berupa pengetahuan dan wawasan yang diperolehnya dari banyak membaca dan melakukan pengamatan. Sebab untuk dapat melakukan timbangan (resensi) terhadap sebuah buku tentu saja diperlukan pembanding (buku-buku) serupa atau sejenis dengan yang sedang diresensi. Itulah sebabnya, seorang penulis resensi yang piawai adalah seorang pembaca yang baik.
Ketika berhadapan dengan sebuah buku yang selesai dibaca, daya analisanya langsung mencari perbandingan kepada buku-buku serupa (sejenis) yang pernah dibaca sebelumnya. Di samping buku-buku sejenis sebagai pembanding, seorang peresensi yang baik dituntut memiliki pengetahuan yang luas kepada bacaan dari berbagai jenis disiplin ilmu yang lain. Oleh sebab itu, mutlak, seorang penulis resensi buku yang baik haruslah seorang pembaca yang baik pula.
Secara umum, resensi dibagi menjadi 3, yaitu:
1. Deskriptif : menggambarkan dan menjelaskan tentang karya seseorang secara menyeluruh, baik dari segi isi, penulisannya, maupun penciptanya (creator). Resensi deskriptif ini tidak sampai pada penilaian kritik (bagus/tidak) si penulis terhadap karya yang dia resensi. Dia hanya menjelaskan secara singkat tentang isi, proses, dan pencipta sebuah karya.

2. Deskriptif-evaluatif : resensi dengan karakter kedua ini melakukan penilaian terhadap sebuah karya lebih dalam dari yang pertama. Dia tidak hanya menggambarkan, tapi menilai sebuah karya secara keseluruhan dengan kritis dan argumentatif. Sehingga ada kesimpulan pada akhir resensi, apakah karya yang diresensi baik kualitasnya atau tidak.

3. Deskriptif-komparatif : resensi yang ketiga ini lebih sulit lagi daripada macam resensi yang kedua. Resensi macam ketiga ini mencoba melakukan penilaian pada sebuah karya dengan cara membandingkan karya orang lain yang memiliki kesamaan atau keterkaitan secara isi dan materi. Disebut sulit, sebab selain membutuhkan analisa  mendalam dan kritis, resensi macam ketiga ini membutuhkan pengetahuan dan wawasan luas. Tidak hanya satu karya yang harus dia pahami, namun karya-karya lain yang berhubungan dengan karya yang dia resensi harus pula dia pahami.

Penulis harus menetapkan sasaran-sasaran yang harus dicapai untuk membuat suatu resensi yang baik. Pokok-pokok yang dapat dijadikan sasaran penilaian sebuah buku atau karyaadalah:
a.LatarBelakang
Penulis dapat mengemukakan tema dari karangan itu. Apa yang sebenarnya ingi disampaikan pengarang dari bukunya itu. Hal ini dapat dilengkapi dengan deskripsi buku itu. Penulis menyampaikan ikhtisar atau ringkasan buku itu, sehingga pembaca akan memperoleh gambaran mengenai isi buku itu.
Semua hal mengenai latar belakang buku itu yang kiranya perlu diketahui pembaca. Hal ini dimaksudkan agar pembaca mengetahui sedikit mengenai buku itu.

b.Macam/JenisBuku
Penulis harus menunjukan kepada pembaca buku yang baru diterbitkan itu termasuk dalam golongan buku yang mana. Penulis harus mengklasifikasikan mengenai buku itu. Dengan memasukan ke dalam kelas buku tertentu, maka dengan mudah penulis dapat menunjukkan persamaan dan perbedaan dengan buku-buku lain yang termasuk dalam kelompok yang sama itu. Perbandingan mengenai buku itu, akan membuat para pembaca tertarik dan ingin membaca isi buku tersebut.

c.KeunggulanBuku
Faktor kedua yang dipergunakan untuk memberi evaluasi adalah mengemukakan segi-segi yang menarik dari buku tersebut. Buku-buku yang sama jenisnya bisa menunjukan perbedaan yang sangat besar, baik dalam segi penulisan maupun dalam segi penetapan pokok yang khusus. Buku-buku yang non fiktif sangat berbeda satu sama lain, itulah yang menyebabkan perbedaan nilai dan keunggulan yang dimilikinya.
Keunggulan buku dapat dilihat dari kerangka buku itu. Hubungan bagian yang satu dengan yang lain terjalin secara harmonis, jelas, dan memperhatikan perkembangan yang masuk akal atau tidak. Bagian terdahulu menjadi sebab atau dasar bagi bagian yang menyusul.
Bahasa merupakan unsur penting dalam masalah keunggulan buku. Bahasa yang baik dinilai dari struktur kalimatnya, hubungan antar kalimat, serta pilihan kata yang dipergunakan. Semuanya akan menciptakan pula gaya bahasa yang dipakai. Tidak ada dua buku (buku fiktif atau non fiktif) yang sama gaya bahasanya.
Penulis resensi dapat mengemukakan mengenai masalah teknis. Sebuah buku yang baik harus pula ditampilkan dengan wajah yang baik. Baik dalam artian yang menyangkut lay out, kebersihan terutama pencetakannya. Kesalahan dalam pencetakan akan mengganggu para pembaca, untuk itu perlu diberi catatan mengenai kesalahan-kesalahan pencetakan.
Seorang penulis resensi harus berusaha dengan tepat menunjukan keunggulan buku itu dengan memberikan penilaian langsung, dengan member kutipan-kutipan yang tepat dan menunjukan pertalian kompak antara bagian-bagiannya. Menilai sebuah buku berarti member saran kepada pembaca untuk menolak atau menerima kehadiran buku itu.

Nilai Buku
Nilai sebuah buku baru akan lebih jelas bila dibandingkan dengan karya-karya lainnya, baik yang ditulis oleh pengarang itu sendiri maupun yang ditulis oleh pengarang-pengarang lainya. Ada banyak vareasi dasar bagi resensi dengan menggunakan sasaran penilaian, yakni organisasi, isi, bahasa, dan teknik. Seorang penulis resensi, pengarang harus tetap mengingat tujuan, mengemukakan pendapat-pendapatnya dengan jelas, secara khusus dan selektif.

Tujuan resensi buku
adalah mengomunikasikan penilaian yang sudah ditimbang masak-masak ada pembaca lain, agar mereka memutuskan ingin membaca buku tersebut atau tidak. Penting menyajikan resensi yang mudah dipahami pembaca, mampu memenuhi kebutuhan dan
karakteristik mereka. Dan sebagai saran seorang kawan, pembaca diharapkan akan mempertimbangkan pula masukan tersebut. Ingat, seorang kawan tak akan memaksa; andaipun terkesan memaksa, itu pasti demi kebaikan atau karena rasa sayang. Bila saran itu dirasa datang dari seorang kawan baik, orang yang tak akan mencelakakan, yakinlah saran
itu akan berpengaruh, setidak-tidaknya karena ada seseorang telah bersaksi bahwa sebuah buku itu sungguh-sungguh layak diperhatikan. Asma Nadia menyebutkan lima alasan kenapa kita harus menulis resensi.

Berikut ini kutipan apa yang ia tulis :
1. Sebagai upaya mengikat makna. Dengan menulis kamu mengikat apa yang kamu baca. Dengan mengikatnya maka kamu tidak akan cepat lupa pada hal-hal yang mungkin baik yang ada di buku itu.
2. Menulis resensi juga merupakan latihan yang baik untuk mengapresiasi sebuah tulisan, dengan elemen-elemennya. Resensi tentu saja bukan sekumpulan pujian terhadap satu buku. Resensi boleh saja merupakan deretan kritikan terhadap buku itu. Sah-sah saja. Tapi dengan meresensinya maka kamu akan memikirkan baik buruknya buku yang kamu baca, dengan lebih dalam. Yang pada berikutnya akan memberimu masukan secara pribadi, kekurangan-kekurangan penulis yang tidak boleh dibiarkan ada pada tulisanmu nanti, maupun mencoba mengambil kelebihan-kelebihan si penulis, agar juga menjadi milikmu. Khususnya jika kamu ingin menjadi seorang penulis.
3. Menulis resensi seperti juga buku harian, surat pembaca, atau blogging, merupakan latihan yang sangat baik untuk menulis. Dengan menulis resensi kamu belajar mengungkapkan gagasan dengan lebih baik.
4. Menulis resensi, juga membantumu mengingat buku-buku apa yang telah kamu baca. Daripada sekadar membaca, toh kamu sudah membeli buku itu, kenapa tidak sekalian menulis apa kesanmu, apa yang bisa kamu ambil, apa protesmu tentang buku itu. Ini bisa jadi cara baik untuk mengajak temanmu yang lain membaca. Apalagi kalau diam-diam kamu punya koleksi resensi dari semua buku yang kamu baca.
5. Menulis resensi juga bisa pembelajaran untuk bernalar dalam mentranskripsi teks yang sangat luas ke dalam teks lebih ringkas dengan mengembangkan analisis prioritas terhadap teks yang akan diresensi. Dengan demikian, kecerdasan otak kanan juga lebih terasah.

Untuk resensi buku, berikut beberapa kiat yang bisa membantu kita untuk mempermudah penulisannya.
1. Baca isi buku dengan pemahaman keilmuan yang kita miliki. Seorang yang tidak menguasai teori sastra sama sekali, jelas akan kesulitan menganalisa buku sastra. Apakah peresensi harus seorang ahli/ilmuwan? Tentu tidak. Tapi, minimal menguasai dasar-dasar suatu ilmu pengetahuan yang ada dalam isi buku tersebut.

2. Peresensi yang baik seyogianya membaca isi buku secara lengkap, jika perlu berulang-ulang dan membandingkan dengan beberapa buku serupa. Tapi ini akan merepotkan dan menghabiskan energi. Peresensi yang demikian biasanya untuk penulisan jenis resensi kritik. Untuk jenis resensi informatif atau deskriptif, kita hanya mencari bagian-bagian point of view dari tema buku, termasuk kata pengantar dan epilog. Namun demikian,  hanya bisa diterapkan untuk mengulas buku ilmiah yang mana bab per babnya disusun secara baku dan teratur. Untuk buku jenis novel jelas tidak bisa diterapkan.

3.Pilih tema pokok yang ingin anda jelaskan dalam resensi. Point of view, atau angle tidak boleh lebih dari satu. Hal ini untuk menghindari melebarnya pembahasan dari tema pokok.

4. Kutip beberapa materi dari isi buku sebagai data ulasan.

5. Berikan penjelasan pada lead tulisan secara singkat dan deskriptif isi buku.

6. Materi isi buku dijabarkan pada bagian struktur/badan penulisan.

7. Akhiri penulisan dengan komentar singkat. Peresensi yang baik akan menyanjung dan mengkritik secara objektif dan proporsional. Ingat, posisi peresensi dalam hal ini adalah sama dengan seorang ilmuwan. Tak boleh subjektif dan distortif dalam menyampaikan ulasan.